Awalnya dicari tokek yang berwarna kulit abnormal untuk dipelihara sebagai kesenangan (hobby) dengan klasifikasi harga relatif ditentukan oleh keindahan pola warna kulit, warna mata dan minat dari si pembeli yang dibedakan dengan beberapa nama seperti “tokek albino” untuk tokek yang kulitnya berwarna putih polos dan matanya berwarna merah atau “tokek cemani” untuk tokek yang kulit dan matanya berwarna hitam polos dan lain sebagainya, tapi pangsa pasarnya sempit dan hanya diminati oleh sedikit orang saja karena dikalahkan oleh keindahan tokek hias yang dikenal dengan istilah leopard gecko.
Ironisnya yang tidak masuk akal akhir-akhir ini ramai dicari tokek besar dengan penawaran harga mulai dari ratusan juta rupiah sampai puluhan milyard rupiah berdasarkan berat perekor tokek mulai dari 300 gram sampai puluhan kilogram dengan isu yang tersebar untuk dijadikan sebagai obat yang bisa menyembuhkan HIV, benarkah semua ini…?
Sejenak kita mengingat beberapa tahun yang lalu, masih segar dalam ingatan akan kehebohan ikan arowana, ikan lohan, bunga adenium dan terakhir bunga antorium yang tiba-tiba menjadi primadona serentak diburu banyak orang karena banyaknya permintaan dengan variasi harga penawaran yang fantastis, tetapi apa yang terjadi dengan semua itu? popularitasnya hanya sebentar saja lalu kandas berganti dengan permintaan–permintaan lainnya sampai akhirnya semua itu sirna dan kandas tanpa jejak.
Kini giliran si reptil kecil yang kita kenal dengan nama tokek tiba-tiba menjadi sangat trendi hanya karena sebuah isu yang tidak jelas kebenarannya dan hanya merupakan sebuah isapan jempol yang direkayasa berawal dari mulut ke mulut sampai-sampai akhirnya dipublikasikan oleh beberapa media elektronik dan surat kabar yang hanya bertujuan untuk mencari popularitas, fatalnya isu ini termakan oleh banyak orang yang umumnya bersifat latah (suka meniru) tanpa tahu kejelasannya. Secara spontanitas mereka yang biasanya takut dan tidak mengenal tokek sekalipun menjadi tergiur dan berlomba-lomba untuk mendapatkannya, berbagai cara dilakukan mulai dari telephone ke teman-teman, keliling dari desa ke desa, berburu bahkan ada yang sampai berusaha membudidayakan tokek dengan perawatan ekstra istimewa dan memberi makanan yang ditambah suplemen supaya tokek itu cepat besar.
Perlu sedikit kita ketahui secara fisik tokek memiliki cara hidup menempel dengan mengandalkan scansor (spon pelekat) yang ada di setiap jari-jarinya dalam mencari mangsa yang berupa serangga dan ulat untuk kelangsungan hidupnya.
Bobot normal untuk seekor tokek dewasa sekitar 80 -120 gram dengan asumsi perkiraan bobot maksimal yang mungkin masih bisa untuk seekor tokek melakukan aktivitasnya secara normal dalam habitatnya tidak akan lebih dari 200 gram, kalaupun ada tokek yang bobotnya lebih dari itu yang perlu kita tanyakan apakah spon pengisap di jari-jarinya masih mampu untuk menahan berat badan tokek itu untuk tetap bisa menempel dan berburu guna kelangsungan hidupnya, apa masuk akal ada seekor tokek berbobot sampai puluhan kilogram, bagaimana tokek itu bisa berburu untuk kelangsungan hidupnya? apakah itu bukan seekor biawak atau bahkan seekor buaya…?
Satu hal lagi yang perlu kita pertanyakan dengan adanya tokek sebesar itu berarti makanannya bukan lagi seekor jangkrik, belalang, ulat, nyamuk atau serangga-serangga kecil lainnya, kita bisa bayangkan besar badan tokek yang sudah berbobot lebih dari 500 gram besarnya seperti seekor anak biawak yang bisa menelan seekor anak ayam, apalagi seandainya ada tokek yang berbobot sampai puluhan kilogram berarti tokek itu sudah mampu menelan seekor anak kambing, tentu saja hal ini juga akan berbahaya bagi kehidupan manusia terutama bagi anak-anak kita yang sangat kita cintai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar